Thursday, June 08, 2006

Timor Leste Perlu Kita Pahami
Oleh H. ROSIHAN ANWAR

Sejak kerusuhan di Timor Leste tanggal 28 April 2006 yang menimbulkan korban tewas, luka-luka, pengungsian penduduk, pembakaran dan penjarahan gedung serta rumah, berkali-kali nama Indonesia disebut dalam pemberitaan media internasional dan lokal dari Dili.

Semua itu dimulai Maret yang lalu, tatkala Pasukan Pertahanan Timor Leste (F-FDLT) menampakkan perpecahan dalam barisannya. Enam ratus anggota F-FDLT yang kebanyakan berasal dari suku (etnik) di bagian barat merasa dianaktirikan dalam urusan kenaikan pangkat dibandingkan dengan tentara yang berasal dari etnik bagian timur. Yang satu dinamakan Loromonu, yang dari timur disebut Lorosae.

F-FDLT berkekuatan 1.400 anggota, panglimanya Brigjen Taur Matan Ruak yang memimpin perlawanan gerilya Fretilin terhadap ABRI berasal dari timur. Selain soal promosi juga soal gaji menjadi masalah dan Loromunu mengajukan petisi kepada Presiden Xanana untuk menyelesaikan keluhannya. Kelompok yang mengajukan petisi kepada Xanana dipimpin oleh Letnan Satu Gastao Salsinha.

Delapan ratus anggota F-FDLT berpihak kepada pemerintah, 600 anggota dipecat lantaran dituduh melakukan desersi. Bentrokan senjata timbul, situasi tidak terkendalikan dan pemerintah Timor Leste meminta bantuan internasional untuk mengatasi kekacauan. Australia, Selandia Baru, Malaysia dan Portugal mengirimkan pasukan tentara dan polisi guna menjaga perdamaian di Timor Leste.

Pemimpin tentara Timor Leste yang memberontak ialah Mayor Alfredo Reinado yang bersama pasukannya bergerak sekitar Kota Dili. Menurut wartawan New York Times Jane Perlez yang mengirimkan beritanya dari Denpasar, Indonesia, Mayor Reinado anehnya sama sekali tidak keberatan dengan kedatangan tentara Australia. Dia siap kerja sama dengan tentara Australia berdasarkan sembarang persetujuan yang akan dicapai oleh Presiden Xanana. Ditambahkannya, dia berharap prajurit-prajurit Australia membawa untuk dia "satu peti VB", artinya "Victoria Bitter beer". Tidak heran. Juru bicara Departemen Luar Negeri dan Perdagangan Australia mengatakan Reinado tahun yang lalu mengikuti latihan di Sekolah Staf Komando Australia di Canberra di mana dia kuliah studi-studi angkatan laut dan strategi maritim.

Hugh White, guru besar studi-studi strategis di Australian National University (ANU) dan seorang mantan pejabat senior Departemen Pertahanan mengatakan kendati Timor Leste negara kecil dengan penduduk hanya 800.000 jiwa, dia penuh dengan perbedaan-perbedaan komunal yang mencegah terbentuknya "suatu keutuhan politik". Jumlah kombatan mungkin tampaknya kecil yaitu 600 orang di satu pihak dan 800 di pihak lain, sesungguhnya mereka mewakili kesamaan dengan beberapa divisi yang menyerang sebuah ibu kota besar.

Hidup di zaman RI

Seraya makin banyak pasukan asing memasuki Timor Leste, kantor berita Associated Press mengabarkan dari Dili bahwa Kepala Pasukan Pertahanan Australia Marsekal Udara Angus Houston menyatakan depan dengar pendapat dengan komisi senat, dia merencanakan tentara Australia selama enam bulan di Timor Leste. PBB telah mengirimkan seorang utusan untuk mengukur situasi di Timor Leste.

Jane Perlez menceritakan kisah Antonio Almeida pekerjaan sopir dan istrinya Lucia Morut manajer kantor. Morut punya pekerjaan bagus, gajinya 150 dolar AS sebulan, jauh lebih banyak daripada rata-rata orang Timor Leste. Tapi gajinya sekarang masih kurang dari 200 dolar yang diterimanya waktu mengurus rumah tangga para pekerja asing yang pergi setelah Timor Leste merdeka tahun 2002. Morut menabung dari pekerjaannya dulu dan dapat membangun rumah batu berkamar dua. Mereka kini punya tujuh orang anak, di rumah ada pesawat televisi dan Morut punya HP. Pasangan itu berkata kehidupan adalah lebih baik selama pendudukan Indonesia.

Lebih gampang mendapatkan barang-barang di zaman Republik Indonesia itu. Kini banyak penganggur dan banyak orang datang ke Dili. Sukar bagi suami saya untuk memperoleh pekerjaan. Pemerintah hanya menjanjikan, tapi tidak berbuat apa-apa, kata Lucia Morut.

Bank Dunia tahun yang lalu memperingatkan bahwa pemerintah Timor Leste bersikap keras terhadap rakyat, menganggap sepi "kurangnya profesionalisme dan pengalaman" di kalangan pasukan keamanan dan menegakkan suatu "gaya mengutamakan negara". Di bawah peringkat menteri Timor Leste kekurangan orang dengan cukup pengalaman untuk mengisi pekerjaan-pekerjaan esensial. Kami punya menteri-menteri, tapi tidak ada manajer-manajer pertengahan, ujar Sidonio Freitas, manajer senior di Timor Sea Designated Authority.

Dalam kerusuhan di Timor Leste ternyata PM Mari Alkatiri merupakan tokoh kontroversial. Kantor berita Reuters mewartakan bahwa kabinet bersidang tanggal 29 Mei dan pada kesempatan itu untuk pertama kali setelah terjadi kerusuhan Presidan Xanana secara fisik bertemu dengan PM Mari Alkatiri. "Mereka berkomunikasi, tapi tidak bertemu muka dengan muka," ujar seorang asisten Xanana. Alkatiri yang memecat 600 anggota tentara bulan April lalu. Pada suatu saat Xanana ke luar dari sidang untuk mendesak kerumunan rakyat agar menghentikan perkelahian dan kembali ke rumah masing-masing. Saya melihat adegan itu di tayangan televisi BBC di mana Xanana bicara dalam bahasa Tetun. Beberapa orang bubar, tetapi yang lain-lain berteriak meminta Alkatiri berbicara dengan mereka.

"Jika dia (Alkatiri) seorang laki-laki, dia harus ke luar (bicara dengan kita)" teriak sekelompok pemuda.

PM Alkatiri gagal

Apakah antara Xanana dan Alkatiri tidak terdapat hubungan yang baik? Orang hanya menjawab bahwa pada tahun 1975, ketika Fretilin mengumumkan kemerdekaan Timor Leste, sebelum invasi tentara Indonesia, Alkatiri sudah anggota kabinet dan menjabat sebagai menteri, sedangkan Xanana hanya anggota biasa Fretilin. Baru dalam perjuangan seterusnya, ketika Alkatiri melarikan diri dan menetap di Mozambique di Afrika, posisi Xanana naik daun sebagai komandan Fretilin yang melawan ABRI.

Menteri Luar Negeri Ramos Horta yang kini merangkap sebagai Menteri Pertahanan mengatakan dalam wawancara dengan televisi "Australia Nine Network" bahwa pemerintah telah gagal secara menydihkan untuk mencegah kerusuhan. "Khusus dalam dialog politik, dalam merangkul setiap orang, dalam memecahkan masalah-masalah pemerintah telah gagal sama sekali. Dan karena itu begitu banyak orang yang gusar dengan Perdana Menteri lalu menginginkan supaya dia meletakkan jabatan," ujar Horta.

Rakyat yang bersenjatakan machette atau parang panjang, golok telah membakar rumah-rumah dan menjarah kantor-kantor pemerintah, termasuk kantor Jaksa Agung Monteiro. Berkas-berkas (files) yang berisi catatan tentang tersangka-tersangka Indonesia dalam pembunuhan pada tahun 1999 menyusul jajak pendapat di Timtim telah dicuri dan di antaranya terdapat file tentang Jenderal Wiranto yang ketika itu Panglima ABRI. Ditanya oleh wartawan luar negeri apakah file itu khusus dijadikan sasaran pencurian, Jaksa Agung menjawab "Kami tidak tahu", demikian kantor berita AP.

Dari sinilah kemudian keluar keterangan Alkatiri bahwa kerusuhan diorganisir oleh mantan milisi yang pro integrasi (dengan Indonesia) dan oleh invisible hand, tangan yang tidak tampak. Reaksi Presiden SBY kontan. Dia menyangkal keterangan Alkatiri dan menunjukkan sikap RI adalah tidak mencampuri dalam kerusuhan di Timor Leste. Menlu Horta dan Menlu Australia Downer membenarkan bahwa Indonesia tidak terlibat adanya.

Kantor berita Amerika AP mewartakan "banyak dari antagonisme (pertentangan) di jalanan berkisar sekitar tuduhan-tuduhan yang sering kali tidak berdasar bahwa satu orang atau yang lain menaruh simpati terhadap Indonesia yang ke luar dari Timtim setelah rakyatnya memberikan suara mayoritas untuk kemerdekaan pada tahun 1999.***

Penulis, wartawan senior.
� 2006 - Pikiran Rakyat Bandung

No comments: