Monday, June 19, 2006

Orang Sunda Mencari Jati Diri
Oleh ANDREAS BINTORO

SETELAH runtuhnya Kerajaan Sunda (1579), orang Sunda selalu mengalami keprihatinan sepanjang perjalanan sejarah. Sejak itu mereka dirundung malang akibat desakan berbagai pengaruh yang silih berganti datang dari luar secara fisik dan budaya dalam waktu relatif singkat (kurang dari satu abad). Karena itu, kebudayaan Sunda yang sebelumnya telah mapan, mengalami gejolak terus-menerus sehingga bentuk dan isinya selalu berubah.

Demikian besar desakan budaya luar itu sehingga beberapa unsur budaya Sunda yang telah mapan (bahasa, aksara, sastra, agama) terpinggirkan dan kemudian digantikan wujud dan perannya oleh unsur-unsur budaya baru (Edi S. Ekadjati 2004. Kebangkitan Kembali Orang Sunda: Kasus Paguyuban Pasundan 1913-1918, halaman 70, Bandung: Kiblat). Paguyuban Pasundan yang resmi berdiri pada tanggal 20 Juli 1913 dapat dipandang sebagai fondasi kebangkitan kembali orang Sunda itu. Mengapa harus bangkit kembali? Apakah semula sudah mati atau tidur lelap?

Pengurus Paguyuban Periode Pertama (20 Juli 1913-22 Februari 1914) ialah sebagai berikut: Presiden: Mas Dayat Hidayat, Sekretaris: Raden Junjunan, Bendahara: Raden Kusuma Sujana, Komisaris: Mas Iskandar, Karta di Wiria, Sastra Budaya, Abubakar, Penasihat: Daeng Kanduruan Ardiwinata (Edi S.Ekadjati, 2004:83).

Mereka berpendapat bahwa katertinggalan orang Sunda dari kelompok etnis lain seperti: Jawa, Melayu dan terlebih lagi Belanda/Eropa ialah karena faktor mental dan tingkat pendidikan orang Sunda yang tidak memperlihatkan kreativitas, dinamika, keuletan, keberanian, dan etos kerja yang tinggi. Nilai-nilai itulah yang hendak ditingkatkan, dibangkitkan kembali atau ditanamkan oleh Paguyuban Pasundan.

Sesungguhnya Paguyuban Pasundan memang didirikan untuk memperjuangkan kepentingan orang Sunda dan bukan untuk menyaingi atau melawan Budi Utomo, namun harus diakui bahwa orang Sunda yang menjadi anggota Budi Utomo pada akhirnya keluar dan masuk menjadi anggota atau pengurus Paguyuban Pasundan setelah Budi Utomo kemudian menjadi Jawa sentris atau kejawa-jawaan. Seandainya Budi Utomo diganti menjadi Budi Utama agaknya kesan Jawanya tidak terlalu terlibat. R. Oto Iskandar di Nata ialah tokoh Paguyuban Pasundan yang pernah menjadi anggota dan pengurus cabang Budi Utomo di Banjarnegara, Bandung, dan Pekalongan. Beliau beristrikan perempuan Jawa. Untuk membangkitkan minat akan bahasa Sunda dan agar lebih masuk ke hati, ada baiknya alasan resmi pendirian Paguyuban Pasundan dikutipkan seluruhnya. Begini bunyinya:

Doepi noe djadi loeleogoe njata wirehing ngemoetkeun bangsa Soenda katjida pisan katilarna tina bab kamadjengan koe bangsa sanes, soemawonten koe bangsa Djawa mah, noe ti kapoengkoerna oge parantos tebih pisan nilarna ka oerang Sunda, dalah koe oerang Malajoe tos teu atjan sakoemaha lamina ngoedagna kana kamadjengan, ajeuna oerang Soenda parantos kenging disebatkeun kaselek, tawisna moerid di sakola Doktor danget ieu oerang Soendana moeng aja 10, doepi oerang Melajoe mah soemawonten oerang Djawa mah parantos pirang-pirang. Njakitoe deui di sakola-sakola sanes oerang Djawa sareng oerang Melajoe henteu kawon seurna koe oerang Sunda. Anoe ka nagri Walanda mah oerang Soenda kenging keneh dibilang, doepi oerang Malajoe sok soemawonten noe kiat majar ongkosna, dalah noe henteu oge tjek paripaos dibelaan keoli-koeli, merloekeun ka nagri Walanda koe soehoed njiar kapinteran. Menggah koe emoetan, oepami oerang Soenda tjitjingna bae, daek-daek ka pajoena hajang njepeng padamelan oge hese, kakawonkeun koe bangsa sanes. Boektina ajeuna parantos sababaraha hidji oerang Djawa sareng oerang Melajoe noe njepeng damel di tanah Pasoendan, doepi oerang Soenda mah teu aja bae noe tiasa djeneng di nagara deungeun (Wirasapoetra, 1916):4 dalam Edi S. Ekadjati, 2004:49-50).

Untuk memberi bobot ilmiah kepada tulisan populer ini, saya melakukan penelitian singkat di sebuah universitas yang tidak berdasarkan agama namun lebih ke kemanusiaan yang universal dan Pancasila. Dari tiga kelas yang berjumlah 94 orang, terdapat 45 orang Sunda atau 47,8% dari jumlah mahasiswa. Seluruh mahasiswa Sunda yang memang bersedia diberi kuesioner untuk diisi di rumah mereka masing-masing. Pertanyaan yang diajukan dan relevan dengan tulisan ini ialah: Apakah Saudara sebagai anggota suku/kelompok etnis Sunda sekarang ini merasa bangga? Apakah Saudara mengetahui bahwa ada organisasi bernama Paguyuban Pasundan? Bila mengetahui, tolong ceritakan tentang: kapan didirikannya, siapa pengurusnya yang pertama dan yang sekarang, apa tujuanya, apa kegiatannya, apa Saudara mendukung cita-citanya itu. Bila Saudara mengamati, di Jawa Barat ternyata sulit atau tidak dapat dijumpai jalan yang bernama Jalan Gajah Mada dan Jalan Hayam Wuruk. Harap Saudara kemukakan apa sebabnya. Apa yang Saudara ketahui tentang Pasundan Bubat?

Bagaimana pendapat Saudara tentang keluhan sementara orang Sunda bahwa mereka tertinggal dalam berbagai bidang (ekonomi, bisnis, politik, militer, dan sebagainya) ?

Pengolahan data kuesioner menunjukkan hasil sebagai berikut: Sejumlah 43 mahasiswa lelaki dan perempuan menyatakan bangga sebagai orang Sunda, 2 orang mahasiswa menyatakan biasa-biasa saja. Tentang keberadaan Paguyuban Pasundan, sejumlah 38 orang menyatakan tidak tahu dan hanya 7 orang menyatakan tahu. Tentang tidak adanya jalan di Jawa Barat yang dinamai Gajah Mada atau Hayam Wuruk dan tentang Pasundan Bubat diperoleh jawaban yang sama yaitu 42 mahasiswa menyatakan tidak tahu dan hanya 3 orang menyatakan tahu. Tentang ketertinggalan orang Sunda di berbagai bidang, jawabannya hampir berimbang, ada 25 orang mahasiswa menyatakan setuju akan adanya kenyataan itu dan 20 orang menyatakan tidak setuju. Begitulah beberapa contoh jawaban yang cukup menarik untuk dikaji lebih lanjut.

Mahasiswa bernama MUR: Iya, saya mengetahui organisasi Paguyuban Pasundan. Paguyuban Pasundan adalah suatu kumpulan/himpunan yang bertujuan untuk memelihara, melestarikan, dan mengembangkan kesenian dan adat kebudayaan Sunda.

Menurut pendapat saya tidak benar bahwa orang Sunda tertinggal dari suku lain dalam berbagai bidang karena itu dilihat dari kepribadian masing-masing orang. Mungkin saja orang Sunda tertinggal dari suku lain karena kebudayaan menjadi faktor penghambat.

Mahasiswa bernama YG: Ya, saya mengetahui ada organisasi bernama Paguyuban Pasundan yang merupakan organisasi kelompok orang Sunda (perkumpulan orang Sunda) yang mempunyai tujuan untuk melestarikan kebudayaan Sunda. Sedangkan kapan didirikannya, siapa pengurusnya dulu yang pertama dan sekarang, apa kegiatanya, saya tidak mengetahuinya.

Menurut pendapat saya, orang Sunda tertinggal dari suku lain dalam berbagai bidang karena kebanyakan Orang Sunda kurang kebaraniannya, dengan kata-katanya "Mang Teu Langkung Abdi Mah Ngiringan Wae", sehingga orang Sunda kurang untuk melakukan sosialisasi dengan suku lain, dan kurangnya keberanian untuk menunjukkan kemampuan dan kelebihannya untuk bisa mendapatkan kehidupan yang lebih layak dan baik.

Kedua mahasiswa MUR dan YG itu perempuan. Berikut ini ungkapan GS seorang mahasiswa lelaki:

Paguyuban Pasundan didirikan pada tahun 1913. Pertama kali oleh orang Sunda. Kegiatannya: Pendidikan keagamaan dan kesenian. Tujuannya: 1. Menghasilkan tenaga kerja yang murah tapi terdidik. 2. Memperdalam ilmu dan penyebaran agama Islam. 3. Mempertahankan dan melestarikan kebudayaan Sunda. Tidak banyak orang Sunda yang tertinggal dalam bidang, contoh Sunda terkenal dengan bidang keseniannya, di bidang ekonomi dan pendidikan orang Sunda lumayan maju.

MKD mahasiswa perempuan:

Pendapat saya untuk sementara orang Sunda memang sedikit tertinggal. Karena orang Sunda kurang ulet, kurang rajin. Soalnya mereka kebanyakan gede ka era dan mudah putus asa tapi pada dasarya ga semua orang Sunda kayak gitu tergantung pada pribadinya masing-masing.

IRA mahasiswa perempuan:

Ya, tentu saya sering mendengar tentang Paguyuban Pasundan, namun untuk hal selebihnya saya kurang mengetahuinya. Tetapi sedikitnya saya mengetahui beberapa hal mengenai Paguyuban Pasundan. Pengurus pertama Paguyuban adalah Bpk. Daeng Kandaruan dan sekarang pengurusnya adalah H. Achmad Sape'i. Tafsiran tentang pendapat para mahasiswa tersebut tentu dapat sangat bervariasi. Sayang sekali para mahasiswa dalam hal ini hanya 3 orang yang mengaku tahu tentang Pasundan Bubat dan fakta tidak adanya Jalan Gajah Mada dan Hayam Wuruk di Jawa Barat tidak memberi tanggapan yang memadai. Bahkan pengetahuan mereka tentang hal itu tidaklah akurat.

Berdasarkan paparan tersebut di atas, saya menarik kesimpulan sementara sebagai berikut: usaha Paguyuban Pasundan untuk membangkitkan minat terhadap sejarah etnis Sunda dan pengetahuan tentang kehidupan masyarakat di Tanah Sunda belum memberikan hasil seperti yang diharapkan. Akibatnya, pengetahuan mahasiswa Sunda tentang budayanya dan sejarahnya masih sangat minim. Sebagai konsekuensinya ada bahaya bahwa generasi muda sekarang dan yang akan datang berkemungkinan mengulangi kesalahan yang sama dan tragedi yang sama (Pasundan Bubat, Dipati Ukur, Ima Nagara, penjajahan Belanda).

Berdasarkan hasil penelitian itu, pengamatan luar dan wawancara dengan orang Sunda di luar Paguyuban Pasundan serta anggota Paguyuban Pasundan, dapatlah ditarik kesimpulan bahwa kurangnya daun, manusia yang bersumber daya dan kegiatan hubungan masyarakat menyebabkan Paguyuban Pasundan kurang dikenal. ***
Penulis, sosiolog tinggal di Bandung.

No comments: