Sunday, June 18, 2006

30 Anak Sungai Tercemar
Limbah Industri Dibuang tanpa Diolah Terlebih Dahulu

BANDUNG, (PR - 19 Juni 2006).-
Pemerintah Kabupaten Bandung, khususnya Dinas Lingkungan Hidup, dituding tidak serius menangani perusakan alam yang terjadi di Kab. Bandung. Salah satu buktinya, masih banyak industri tekstil yang dibiarkan membuang limbahnya ke sungai tanpa diolah terlebih dulu.

TIGA anak mencari botol plastik dan kaleng bekas dari sampah yang mengotori Sungai Citarum di Desa Bojongmalaka Kec. Baleendah Kab. Bandung, Minggu (11/6). Bagi mereka, sampah yang mengotori Sungai Citarum adalah nafkah, tak peduli airnya yang membawa penyakit akibat pencemaran dari pabrik.*HARRY SURJANA/”PR”

Hal itu diungkapkan Deni Riswandani dari Komunitas Peduli Lingkungan kepada “PR”, akhir pekan kemarin. “Sedikitnya, ada 30 anak sungai di Kab. Bandung, dari Gunung. Wayang hingga Dayeuhkolot, yang tercemar limbah industri. Itu datanya dari Dinas Lingkungan Hidup tahun 2005. Tapi tindakan terhadap industri pembuang limbah itu tidak tuntas,” kata warga Majalaya itu.

Dari pemantauannya, khusus untuk daerah Majalaya, setidaknya ada 4 daerah aliran sungai (DAS) yang tercemar limbah. “Yaitu DAS Sasakbejo, Ciwalengke, Cikacembang, dan Padaulun. Ada 20 industri yang membuang limbah cair tanpa diolah langsung ke sungai. Mereka biasanya buang di malam hari agar tidak ketahuan. Airnya hitam pekat dan bau menyengat,” kata Deni.

Tidak berjalan

Sebenarnya, pemerintah telah menetapkan standar baku mutu air dan pengolahan air limbah. Pengolahan air limbah yang sesuai aturan harusnya melalui proses-proses ekualisasi, koagulasi, flokulasi, sedimentasi, pengolah limbah biologis, filtrasi, netralisasi, dan bak pengering lumpur.

Pemerintah juga pernah meluncurkan program “Superkasih” (Surat Pernyataan Kali Bersih) 2003 dan 2004. Program itu bertujuan mendorong percepatan penataan industri yang mengikuti ketentuan perundang-undangan lingkungan hidup.

Saat itu, untuk di Kab. Bandung, khususnya di Kec. Majalaya, ada 30 perusahaan yang dibina melalui program “Superkasih”. Perusahaan itu antara lain PT Comodotex, PT Ferinatex, PT Timbul Jaya, PT Sinar Domas, PT Padamulyatex, PT Indo Pasifik, dan PT Anggrek Mas. Namun, program itu tidak berlanjut.

Antisipasi pencemaran

Sementara itu, mengantisipasi kerusakan tanaman akibat tercemar limbah pada musim kemarau kali ini, para petani di Rancaekek Kab. Bandung membuat tanggul dari pasir dan ijuk. Tanggul itu diharapkan mampu menetralisir air yang tercemar agar tidak langsung masuk ke sawah.

Beberapa petani mengatakan, selama ini para petani mengandalkan air Sungai Citarum untuk mengairi sawah mereka. ”Semua petani di Rancaekek mendapatkan air untuk sawah dari air Sungai Citarum, yang juga menjadi tempat pembuangan limbah pabrik,” ujar Kosim, warga Kampung Bobondolan, Desa Rancaekek Kulon.

Namun, memasuki musim kering dan bertepatan dengan masa tanam, ketergantungan terhadap air Sungai Citarum semakin tinggi. Pada saat bersamaan tingkat pencemaran air sungai juga sangat tinggi.

Citarum tercemar karena sebagian besar pabrik disekitar Rancaekek yang mengalirkan limbah ke sungai. Sebagian besar pabrik di Rancaekek mengolah buangannya melalui instalasi pengolahan air limbah (IPAL). ”Tapi berdasarkan penelitian pemerintah (BPLHD Jabar) limbah tersebut belum memenuhi standar baku mutu yang ditetapkan,” katanya. (A-87/A-128)***

No comments: